Powered by Blogger.

Contoh Makalah Hukum Bag. 3

B. Sanksi Hukum Terhadap Direksi

 1. Gugatan Derivatif (Derivative Action)

 Sebagaimana diketahui bahwa direksi mempunyai semacam fiduciary duty kepada perseroan yang dipimpinnya. Apabila direksi melanggar fiduciary duty tersebut, khususnya jika dia melakukan kesalahan (baik dengan kesengajaan atau kesalahan), maka pihak pemegang saham dapat mewakili perseroan untuk menggugat direksi tersebut, dan seluruh hasil dari gugatan tersebut (misalnya ganti rugi dari direksi) akan menjadi milik perseroan, bukan milik pemegang saham penggugat. Gugatan yang diajukan oleh pemegang saham atas nama perseroan disebut dengan _Gugatan Derivatif_ (Derivative Action).

Definisi dari Gugatan Derivatif adalah : Suatu gugatan perdata yang diajukan oleh 1 (satu) atau lebih pemegang saham yang bertindak untuk dan atas nama perseroan (jadi bukan untuk kepentingan pribadi pemegang saham), gugatan mana diajukan terhadap pihak lain (misalnya direksi karena telah melakukan tindakan yang merugikan perseroan, sungguhpun untuk kepentingan prosedural, pihak perseroan kadang-kadang menjadi pihak tergugat.
Gugatan derivatif ini merupakan gugatan kekecualian (abnormal) sebab dalam kasus- kasus normal, maka yang bertindak sebagai pihak yang mewakili perseroan bukan pemegang saham, melainkan pihak direksi atau yang dikuasakan oleh direksi seperti yang ditentukan dalam anggaran dasarnya. Istilah derivative action lahir pertama kali di Amerika Serikat dalam putusan perkara Wallersteiner v. Moir (No.2) di tahun 1975 yang dijatuhkan oleh Court of Appeal. Dalam kata tersebut mengandung arti : _the individual shareholder is enforcing a right which is not his or hers but rather is _derived from_ the company_.Deskripsi tersebut telah mengakar dan kemudian dirumuskan dalam peraturan Mahkamah agung (Supreme Court Rules) sebagai : _begun by wirt by one or more shareholders of a company where the cause of action is vested in the company and relief is accordingly sought on its behalf_.
Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dikenal gugatan derivatif ini. Untuk itu, Pasal 54 ayat (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas menyatakan sebagai berikut :
Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke Pengadilan Negeri, apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan yang wajar sebagai akibat keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), direksi atau komisaris. Penjelasan atas Pasal 54 ayat (2) Undang-Undang Perseroan Terbatas menentukan sebagai berikut :
Gugatan yang diajukan pada dasarnya berisikan permohonan perseroan menghentikan tindakan yang merugikan tersebut dan mengambil langkah-langkah tertentu, baik untuk mengatasi akibat yang sudah timbul maupun untuk mencegah tindakan serupa di kemudian hari.  Dalam derivative action seorang atau lebih pemegang saham, diberikan hak, untuk bertindak untuk dan atas nama perseroan melakukan tindakan hukum dalam bentuk pengajuan suatu gugatan terhadap anggota direksi perseroan, yang telah melakukan pelanggaran terhadap fiduciary dutynya. Derivative action ini berbeda dari gugatan perorangan yang diajukan oleh suatu atau lebih pemegang saham untuk kepentingan sendiri sebagai pemegang saham dalam perseroan.

    Unsur yuridis yang utama dari suatu gugatan derivatif adalah :
1. Adanya gugatan.

2. Gugatan tersebut tentunya diajukan ke pengadilan.
3. Gugatan tersebut diajukan oleh pemegang saham dari perseroan.
4. Pemegang saham mengajukan gugatan untuk dan atas nama perseroan.
5. Pihak yang digugat selain pihak perseroan, biasanya direksi perseroan tersebut.
6. Sebabnya diajukan gugatan tersebut karena adanya suatu kegagalan dalam perseroan atau kejadian yang merugikan perseroan yang bersangkutan.
7. Karena diajukan untuk dan atas nama perseroan, maka segala hasil dari gugatan tersebut menjadi milik perseroan, sungguhpun yang mengajukan gugatan adalah pemegang saham.
Dalam hal pelanggaran fiduciary duty oleh direksi ada sekurangnya tiga kepoentingan yang harus diperhatikan :
a. Kepentingan perseroan.
b. Kepentingan pemegang saham perseroan khususnya pemegang saham minoritas.
c. Kepentingan pihak ketiga yang berhubungan hukum dengan perseroan, khususnya kepentingan dari pihak kreditor perseroan.

 Dalam sistem Undang-Undang No.1 tentang Perseroan Terbatas, dikenal berbagai model gugatan/permohonan ke pengadilan dalam kaitannya dengan suatu perseroan terbatas. Model-model gugatan/keterlibatan pengadilan terhadap suatu perseroan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Gugatan Biasa.
Gugatan biasa ini merupakan gugatan yang dapat diajukan oleh atau terhadap perseroan atau organ-organ ke pengadilan berdasarkan ketentuan di luar dari ketentuan undang-undang perseroan atau di luar anggaran dasar dari perseroan tersebut. Dan gugatan biasa ini terbit dari kasus-kasus biasa seperti gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum (onrecht matiga daad) atau wanprestasi.

2. Gugatan Perseroan
Gugatan perseroan ini merupakan gugatan yang dapat diajukan oleh atau terhadap perseroan atau organ-organnya ke pengadilan berdasarkan ketentuan dari Undang-Undang Perseroan atau Anggaran Dasar Perseroan tersebut. Yang di mana gugatan perseroan ini terdiri dari :  Gugatan langsung, Gugatan kelompok,  Gugatan derivatif, Gugatan oleh perseroan.

3. Permohonan ke Pengadilan
Untuk model permohonan (bukan gugatan) ke pengadilan, Undang-Undang No.1 tentang Perseroan Terbatas mengintrodusirnya untuk beberapa kegiatan sebagai berikut :
1. Permohonan agar pemegang saham dapat melakukan sendiri RUPS tahunan.
2. Permohonan agar pemegang saham dapat melakukan sendiri RUPS luar biasa.
3. Permohonan direksi agar perseroan dipailitkan.
4. Permohonan agar dilakukan investigas.
5. Permohonan agar perseroan dibubarkan.
6. Permohonan agar diangkat likuidator baru.
Undang-undang Perseroan Terbatas mengakui secara tegas prinsip gugatan derivatif ini sampai batas-batas tertentu. Dalam hal ini, agar dapat mengajukan gugatan tersebut, pemegang saham penggugat haruslah memegang saham minimal 10% (sepuluh persen) dari seluruh saham dengan hak suara yang sah. Di samping batasan minimum 10% (sepuluh persen) pemegang saham, ketentuan lain untuk gugatan derivatif ini adalah bahwa gugatan derivatif hanya dapat ditujukan terhadap direksi (sebaga tergugat) dan juga terhadap komisais. Dengan demikian, menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 1 Tahun 1995, pihak pemegang saham tidak dapat mewakili perseroan untuk menggugat pihak dalam perseroan selain dari direksi dan komisaris dan juga tidak dapat digugat (secara derivatif) terhadap pihak ketiga di luar perseroan. 

Contoh dari gugatan derivatif adalah sebagai berikut :
1. Gugatan untuk mendapatkan dividen (meskipun terhadap hal tersebut juga dibawa dengan gugatan langsung), karena dapat saja tidak memberikan dividen itu bertujuan untuk menekan saham minoritas.
2. Gugatan ganti kerugian karena terjadi tindakan yang tergolong ke dalam doktrin ultra vires.
3. Gugatan karena adanya tindakan pembagian dividen yang tidak layak.
4. Gugatan untuk mencegah dilakukannya penyimpangan dari fiduciary duty oleh direksi, pegawai perusahaan atau pemegang saham pengendali.
5. Gugatan untuk mencegah dilakukannya perbuatan yang dapat merugikan perseroan oleh pihak ketiga di luar perseroan.
6. Gugatan ganti kerugian akibat perbuatan yang merugikan perseroan oleh pihak ketiga di luar perseroan.
Dalam hal gugatan derivatif yang ditujukan terhadap direksi perseroan, karena pihak anggota direksi yang melakukan kesalahan, maka tidak mungkin anggota direksi tersebut yang mewakili perseroan, karena akan ada conflict of interest, sungguhpun dalam hal-hal yang normal, pihak direksilah yang bertindak mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan. Karena itu, dalam hal ini gugatan tersebut haruslah diajukan oleh pihak lain, dalam hal ini diperkenankan jika diajukan oleh pihak pemegang saham. Namun demikian, gugatan atas nama perseroan yang diajukan berdasarkan Pasal 84 ayat (3), yakni dalam hal direksi memiliki conflict of interest, termasuk jika direksi menjadi tergugat, dalam hal ini bukanlah gugatan derivatif. Sebab, pihak pemegang saham menurut Pasal 84 ayat (3) tersebut diangkat resmi oleh RUPS atau Anggaran Dasar, dan bertindak bukan lagi dalam kapasitasnya sebagai pemegang saham melainkan sebagai acting director, sehingga gugatan yang dilakukannya adalah gugatan langsung (direct suit), dan gugatan tersebut bukan gugatan pemegang saham, melainkan gugatan perseroan. Kebetulan saja perseroan diwakili oleh orang yang berasal dari pemegang saham. Jadi, berbeda dengan gugatan berdasarkan Pasal 85 ayat (3) dan Pasal 98 ayat (2). Apakah mungkin seorang direksi lain selain yang dituduh berasalah yang mengajukan gugatan terhadap direksi yang bersalah, untuk dan atas nama perseroan dengan asumsi Anggaran Dasar Perseroan memungkinkan untuk itu. Hal tersebut juga tidak mungkin dilakukan mengingat sistem tanggung jawab anggota direksi satu dengan yang lainnya adalah tanggung jawab renteng (joint and several), sebagai konsekuensi dari sistem representatif kolegial, lihat penjelasan atas Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang No.1  tentang Perseroan Terbatas, sehingga sungguhpun menurut Pasal 85 ayat (3) Undang- Undang No.1 tentang Perseroan Terbatas yang digugat secara derivatif adalah anggota  dari direksi, tetapi demi hukum, anggota direksi yang lainnya juga ikut terbawa-bawa berdasarkan prinsip representasi kolegial tersebut, meskipun dalam hal terjadi kesalahan dari seorang anggota direksi, maka anggota direksi tersebut sajalah yang bertanggung jawab secara pribadi.
Pasal 85 ayat (3) Undang-Undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas tersebut menentukan sebagai berikut :
Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota direksi yang karena kesalahan atau kelalaianya menimbulkan kerugian pada perseroan.

Penjelasan atas Pasal 85 ayat (3) Undang-Undang No.1 tentang Perseroan Terbatas tersebut :
Dalam hal tindakan direksi merugikan perseroan, maka pemegang saham yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam ayat ini dapat mewakili perseroan untuk melakukan tuntutan atau gugatan terhadap direksi melalui pengadilan. Selanjutnya dikatakan lagi oleh Davies bahwa di samping perbedaan tersebut, ada beberapa perbedaan lainnya antara gugatan pribadi pemegang saham dengan derivative action. Derivative action dapat dilakukan oleh setiap pemegang saham tanpa memperhatikan apakah suatu tindakan yang digugat, yang dilakukan oleh anggota direksi perseroan yang melanggar fiduciary duty, telah dilakukan sebelum ia menjadi pemegang saham dalam perseroan, selama dan sepanjang tindakan yang digugat tersebut memang merugikan kepentingan perseroan. Sedangkan hak gugatan pribadi pemegang saham hanya dapat dilakukan terhadap tindakan anggota direksi yang merugikan kepentingannya. Untuk keperluan ini perlu diperhatikan bahwa derivative action hanya dapat dilaksanakan dan berlangsung secara penuh di pengadilan jika hal tersebut disetujui oleh pengadilan.
2. Persyaratan Gugatan Derivatif (Derivative Action)
Tidak setiap gugatan yang diajukan oleh pemegang saham untuk dan atas nama perseroan dapat diakui sebagai derivative action. Ada beberapa syarat yang memungkinkan dilakukannya derivative action yaitu :
a. Pemegang saham tidak dapat mengajukan gugatan dalam bentuk derivative action, jika yang digugat adalah tindakan atau perbuatan anggota direksi yang dapat disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham berdasarkan persetujuan sederhana (ordinary resolution).
b. Walaupoun tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh anggota direksi perseroan tersebut adalah tindakan atau perbuatan yang tidak dapat disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan derivative action hanya berhasil jika anggota direksi yang melakukan tindakan atau perbuatan yang melanggar fiduciary duty tersebut adalah anggota direksi yang dominan dan memegang kendali dalam perseroan, dan dalam hal tertentu disetujui oleh sebagian besar pemegang saham independen. Persyaratan pertama diberikan dengan tujuan untuk menghindari kerugian bagi perseroan itu sendiri sebagai akibat dari gugatan untuk dan atas nama perseroan oleh salah satu lebih pemegang saham yang tidak puas dengan tindakan salah satu atau lebih anggota direksi perseroan yang menurut pertimbangan pemegang saham tersebut tidak sesuai dengan kepentingannya.
Ada 2 (dua) hal yang secara umum dapat dikatakan sebagai pengecualian dari pengesahan tindakan atau perbuatan anggota direksi yang melanggar fiduciary duty yang dapat dilakukan oleh suara mayoritas biasa dalam suatu Rapat Umum Pemegang Saham. Hal-hal tersebut adalah :
1) Tindakan ultra vires (yang berada di luar maksud dan tujuan perseroan).
2) Tindakan lain yang memerlukan persetujuan khuisus dalam suatu rapat umum pemegang saham. 

Persyaratan kedua mengandung dua unsur yang perlu diperhatikan yaitu :
a) Anggota direksi tersebut adalah anggota direksi yang memegang kendali dalam perseroan, dalam hal ini lebih menekankan pada kedudukan anggota direksi sebagai pemegang saham dan kemampuannya untuk memberikan atau mempengaruhi keputusan yang akan diambil dalam Rapat Umum Pemegang Saham.
b) Bahwa ada kalanya tindakan seorang pemegang saham, yang menyatakan dirinya bertindak untuk dan atas nama serta mewakili perseroan belum tentu benar-benar mewakili kepentingan perseroan, oleh karena itu untuk memberikan justifikasi dari tindakan tersebut diperlukanlah persetujuan dari sebagian besar pemegang saham minoritas yang merupakan pemegang saham independen dalam perseroan. Hal yang terakhir ini dianggap lebih dapat mewakili kepentingan perseroan secara utuh. Gugatan derivatif merupakan bentuk penyelesaian yang paling penting di mana pemegang saham minoritas yang dirugikan berhak untuk meminta pertanggung-jawaban direksi, karyawan, maupun pemegang saham mayoritas atas kesalahan dalam melakukan pengurusan perseroan (mismanagement), pengalihan harta kekayaan perseroan, dan tindakan manipulasi yang merugikan perseroan.
3. Pensahan Pelanggaran Fiduciary Duty
Merupakan suatu prinsip umum bahwa seseorang yang melaksanakan tugasnya sebagai trustee dapat dibebaskan dari kewajibannya oleh pihak yang memberikan kepercayaan tersebut dengan mensahkan tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan hukum yang telah diambil oleh trustee tersebut, konsep yang demikian juga berlaku bagi perseroan. Pensahan tindakan tersebut oleh Rapat Umum Pemegang Saham memiliki dua aspek :
1. Mengikat perseroan dengan tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh anggota direksi yang melakukan pelanggaran atas fiduciary dutynya tersebut.
2. Membebaskan anggota direksi tersebut dari pertanggungjawabannya kepada perseroan dari pelanggaran fiduciary dutynya tersebut.
Selanjutnya dikatakan bahwa walaupun demikian tidak semua tindakan pelanggaran fiduciary duty dapat disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham. Pengadilan telah mengambil keputusan bahwa tidak semua pelanggaran terhadap fiduciary duty dapat disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham berdasarkan pada resolusi atau keputusan yang diambil berdasarkan suara mayoritas sederhana (ordinary majority). Pensahan setiap tindakan anggota direksi yang melanggar fiduciary duty dapat memungkinkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dari seorang anggota direksi yang juga merangkap sebagai pemegang saham mayoritas perseroan. Jika setiap tindakan pelanggaran terhadap fiduciary duty dapat dengan mudah disahkan oleh perseroan melalui Rapat Umum Pemegang Saham yang pada akhirnya dapat merugikan kepentingan perseroan. Satu rumusan umum yang dapat dibuat sehubungan dengan hal tersebut adalah bahwa mayoritas pemegang saham tidak diperkenankan berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham untuk mengambil alih harta kekayaan perseroan. Menurut P. Lipton, tindakan yang dapat diambil oleh perseroan terhadap pelanggaran fiduciary duty meliputi antara lain :
1. Ganti rugi atau kompensasi.
2. Pengembalian keuntungan yang diperoleh oleh anggota direksi tersebut sebagai akibat dari tindakannya yang menguntungkan dirinya secara tidak sah tersebut (account of profits). Ada kalanya suatu pelanggaran terhadap fiduciary duty tidak menimbulkan kerugian materil secara langsung bagi perseroan, maka tidak satu bentuk ganti rugi atau kompensasi yang dapat dimintakan oleh perseroan kepada anggota direksi yang melanggar fiduciary duty tersebut. Dalam hal anggota direksi tersebut memperoleh keuntuingan dari tindakannya tersebut, maka atas keuntungan pribadi anggota direksi yang diperoleh dari tindakannya melanggar fiduciary duty dapat diminta untuk diserahkan kepada perseroan.
3. Permohonan untuk membatalkan perjanjian yang dibuat oleh anggota direksi tersebut. Salah satu pelanggaran fiduciary duty adalah dibuatnya perjanjian secara sembunyi-sembunyi oleh anggota direksi yang menguntungkan dirinya sendiri. Dalam banyak hal perjanjian ini dapat merugikan perseroan secara tidak langsung. Maksud dari pembatalan perjanjian ini adalah untuk mengembalikan segala sesuatunya kembali kepada keadaannya semula seolah-olah tidak pernah ada perjanjian antara anggota fiduciary duty anggota direksi tersebut terhadap perseroan.

4. Pengembalian harta kekayaan yang anggota direksi. Dalam hal anggota direksi memperoleh harga kekayaan sebagai akibat pelanggarannya terhadap fiduciary dutynya, maka perseroan dapat meminta agar harta kekayaan yang diperoleh tersebut diserahkan kepada perseroan.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Direksi bertugas mengelola Perseroan. Direksi bertanggung jawab penuh atas manajemen perusahaan. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh dan secara pribadi jika ia bersalah atau lalai dalam menjalankan tugas-tugasnya. Direksi diharuskan oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas untuk menjalankan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab tugas-tugasnya untuk kepentingan perusahaan. Setiap anggota direksi secara pribadi bertanggung jawab atas penyimpangan atau kelalaian dalam menjalankan tanggung jawab tersebut.  Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas ditentukan bahwa segala kerugian yang diderita oleh perseroan ataupun pihak ketiga akibat kesalahan Direksi harus ditanggung dengan harta pribadinya bersama-sama harta perseroan.

2. Pelanggaran fiduciary duty oleh direksi dapat dilakukan gugatan yang disebut dengan _gugatan derivatif_ (derivative acton), yaitu suatu gugatan perdata yang diajukan oleh 1 (satu) atau lebih pemegang saham yang bertindak untuk dan atas nama perseroan (jadi bukan untuk kepentingan pribadi pemegang saham), gugatan mana diajukan terhadap pihak lain (misalnya direksi) karena telah melakukan tindakan yang merugikan perseroan, sungguhpun untuk kepentingan prosedural, pihak perseroan kadang-kadang menjadi pihak tergugat. Syarat dilakukannya derivatif yaitu pemegang saham tidak dapat mengajukan gugatan dalam bentuk derivative action, jika yang digugat adalah tindakan atau perbuatan anggota direksi yang dapat disahkan oleh RUPS berdasarkan persetujuan sederhana, gugatan derivatif hanya berhasil jika anggota direksi yang melanggar fiduciary duty adalah anggota direksi yang dominan.

3. Pihak tergugat yakni pihak yang diduga melakukan hal yang merugikan perseroan dapat melakukan tangkisan di pengadilan ketika gugatan sedang berlangsung. Tangkisan tersebut terdiri dari diskualifikasi penggugat, tidak memenuhi persyaratan prosedural, tangkisan dengan alasan substantif. Ganti rugi dari gugatan derifatif juga dapat dilakukan yaitu dengan membayar ganti rugi yang terdiri dari unsur-unsur kerugian, biaya dan bunga, dipaksa untuk berbuat sesuatu, dipaksa untuk tidak berbuat sesuatu.

B. Saran

1. Agar prinsip-prisip Good Corporate Governance (GCG) dapat menjadi bagian dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT). Apabila pengaturan GCG dalam UUPT tersebut ditegakkan dengan baik karena tidak ada gunanya pengaturan yang baik tanpa penegakan hukum yang tegas.

2. Agar peraturan atau pedoman GCG dapat dilaksanakan dengan baik oleh pelaksananya (direksi/komisaris), sehingga memperoleh hasil yang baik, peraturan atau pedoman GCG yang baik dengan pelaksana yang kurang baik hasilnya dapat dipastikan tidak baik.

3. Agar peraturan atau pedoman GCG yang diberlakukan dapat memberi efek positif ganda, yaitu pada satu sisi harus memberikan keleluasan kepada direksi untuk mengelola perusahaan dengan sebaik mungkin.

Terima kasih atas kunjungannya di blog "Menara Ilmu" semoga artikel  tentang Contoh Makalah Hukum Bag. 3 bermanfaat untuk anda.

PREVIEW : Contoh Makalah Hukum Bag. 2

Sumber : Zulfi Chairi, 2013,Tanggung Jawab Direksi Dalam Menerapkan Prinsip Good Corporate Governance, Universitas Sumatera Utara, Sumatera.
Anda baru saja membaca artikel di Menara Ilmu berkategori hukum dengan judul Contoh Makalah Hukum Bag. 3. Anda bisa sebarkan artikel ini dengan URL http://menarailmuku.blogspot.com/2013/06/contoh-makalah-hukum-bag-3.html. Terima kasih!
Ditulis oleh: Unknown -
Beri Komentar Untuk "Contoh Makalah Hukum Bag. 3"

Belum ada komentar untuk "Contoh Makalah Hukum Bag. 3"